Halaman

Minggu, 25 Maret 2012

DEPENDENSI

Dalam kehidupan kita tentu pernah menemui seorang ataupun sekelompok orang yang mengaku tidak memihak manapun. Orang semacam ini ialah yang apatis terhadap suatu hal, tidak mau peduli apalagi berkontribusi (berkorban) untuk hal tertentu. Yang ada di benaknya adalah tak peduli lalu menjauhi. Tidak mau terlibat sama sekali.
Memikirkan saja tak mau, yang ada malah cenderung menghindari. Ia memposisikan diri di luar dari lingkaran permasalahan. Mungkin saja seorang itu beranggapan bahwa ketika ia di luar maka ia menjadi orang yang ‘putih’, aman dan bebas dari problematika. Dan juga mungkin dengan posisi di luar itu ia berarti telah tidak memihak golongan tertentu. Ini dalam bahasa politik disebut independen. Semisal dalam kancah perpolitikan pesta pemilihan umum. Ada istilah “calon independen”, ialah mereka yang menjadi calon kepala daerah yang tak berasal dari partai politik (perseorangan). Ini adalah contoh penggunaan independen. Namun sebenarnya apakah benar ada manusia di dunia ini yang hidupnya benar-benar independen (tak memiliki keberpihakan pada manapun)?
Saya memiliki sebuah ilustrasi. Seandainya anda seorang yang berasal dari Madura dan saya seorang yang berasal dari Kalimantan. Lalu ada perang suku, maka masing-masing dari kita akan memiliki kecenderungan memihak daerah asal kita. ilustrasi lain ialah ketika kita melihat si A memberi sedekah kepada pengemis sedangkan si B kita lihat mencopet. Maka tentu ketika kita masih menjunjung nilai moral maka akan cenderung memihak pada si A. Ini merupakan bentuk keberpihakan pada kebenaran. Kita melakukan suatu hal pun di dalam kehidupan pastilah memiliki keberpihakan. Orang yang tidak memiliki keberpihakan lebih tepatnya adalah untuk orang yang tidak berbuat (orang yang sudah mati).
Jika saat ini anda sedang membaca maka berarti saat ini anda sedang berpihak pada aktivitas membaca. Ketika anda menonton televisi maka berarti anda sedang memihak menonton televisi. Jika anda sedang melakukan suatu hal apapun itu maka berarti anda sedang meletakkan keberpihakan pada aktivitas yang sedang anda lakukan. Bahkan tidur, sekadar berleha-leha (santai) ataupun berdiam diri menyiratkan arti bahwa saya, anda, atau siapapun yang melakukan itu sedang memihak aktivitas itu. Aktivitas apapun itu yang tengah dikerjakan menunjukkan keberpihakan padanya. Dan tidaklah mungkin seseorang tidak memiliki keberpihakan.
Saya berpikir di dunia ini tak akan ada dan tak mungkin orang independen. Selama ia masih bernafas pastilah ia akan memiliki keberpihakan pada sesuatu.
Saya membagi keberpihakan (dependensi) ke dalam dua kelas:
Pertama, dependensi sesaat. Keberpihakan ini sifatnya jangka pendek. Dalam waktu yang hanya sesaat sangat bisa berubah. Ini sifatnya sementara, artinya kita memihak pada hal  tertentu pada waktu tertentu saja. Semisal keberpihakan pada aktivitas membaca, menulis, menonton, dsb.
Kedua, dependensi permanen. Yaitu keberpihakan yang sifatnya jangka panjang, tertanam sebagai doktrin kuat bahkan bisa menjadikan fanatik. Untuk mengalihkan kepada keberpihakan lain diperlukan langkah yang rumit, tidak semudah pada dependensi sesaat. Misalnya dependensi terhadap suku, agama, kebangsaan, dsb.
Dan keberpihakan yang mulia ialah dependensi pada kebenaran. Tidak kepada orang atau institusinya, tapi pada konten kebenaran yang diusung. Sehingga kefanatikan yang tercipta ialah pada kebenaran, bukan pada golongan. Wallahu a’lam bi ash showab.


Ahada Ramadhana
Kajian Strategis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
Komisariat Universitas Islam Indonesia

Jumat, 09 Maret 2012

NEGASI KEPENTINGAN


Setiap orang punya kepentingan dan cenderung berkoloni sesuai kesamaan kepentingan. Seseorang melakukan suatu hal jelas punya dasar (kepentingannya). Tidak sembarangan. Seseorang masuk suatu organisasi ada kepentingannya. Seseorang bersedia bekerja di suatu perusahaan ada kepentingannya. Seseorang menjai da’i ada kepentingannya.
Kepentingan itu ada kepentingan dasar/ umum, yang mana ini menjadi kepentingan bersama. Semisal di dalam suatu organisasi, bagaimana membuat organisasi ini dikenal, dirasakan manfaatnya bagi banyak pihak merupakan kepentingan bersama (kepentingan dasar). Dan ada pula kepentingan khusus, yaitu kepentingan seseorang selain kepentingan dasar, yang mana ini hanya diketahui orang tertentu. Bisa dibilang ini adalah kepentingan sisipan ataupun juga misi terselubung. Contohnya ketika seseorang memanfaatkan organisasi untuk membuat ia punya nama yang besar, melakukan infiltrasi, dsb.
Kepentingan itu membutakan, menyebabkan lupa daratan. Kepentingan bisa menjadi sesuatu yang didewakan. Demi mewujudkannya, kawan jadi lawan. Pun sebaliknya, lawan akan jadi kawan. Intrik dijalankan, strategi-strategi yang kelewat batas pun tak mustahil terlaksana.
Ketika kepentingan satu orang sejalan dengan orang lain maka cenderung akan menciptakan keharmonisan, merasa memiiki kedekatan yang lebih karena memiliki kesamaan kepentingan tersebut. Kerjasama akan terjalin dengan baik. Namun berlawanan ceritanya jika kepentingan satu pihak dengan pihak lain. Konflik akan tercipta, perang urat saraf besar kemungkinan hadir.
Konflik manusia yang hadir dewasa ini ialah disebabkan berlawanannya (negasi) kepentingan antara satu kubu dengan kubu yang lain. Tolakan kepentingan itu jika tidak dimanage bisa menghasilkan pertikaian berkepanjangan.
Tentu ada bagian dari suatu hal yang menjadi titik/ poin yang dirasa bernegasi sehingga menghadirkan atmosfer peperangan dan ketidaknyamanan jika tak segera diselesaikan. Berusahalah untuk mencari poin ketidakserasian itu dan menyelesaikannya dengan jalan para pemberani: menemui pihak yang tidak sepaham lalu duduk bersama untuk klarifikasi dan berdebat dengan cara yang baik. Bukannya menjauh seperti para pecundang lalu membicarakan di belakang. Negasi kepentingan jika dikelola dengan baik akan memperluas wacana pikiran kita, menambah wawasan pandangan terhadap suatu masalah,
Jadi kita dapat menggali dasar dari setiap konflik/ pertikaian yang ada, yaitu mencari letak kenegasian kepentingan antara dua pihak atau lebih. Sehingga konflik itu tak menerus menjadi yang lebih luas dan berkepanjangan.

Ahada Ramadhana
Kajian Strategis KAMMI UII