
Gerakan mahasiswa yang digembor-gemborkan sebagai gerakan intelektual, gerakan moral, berpatron pada nilai, mengutamakan kesejahteraan rakyat, dan berbagai idealisme lainnya kini telah diragukan keorisinilannya. Kesucian ideologi telah banyak dipertanyakan. Indikasi adanya tunggangan ‘pihak asing’ dalam tubuh suatu gerakan mahasiswa—yaitu KAMMI—yang mana pihak asing tersebut punya kepentingan tertentu (baca: politik pragmatis) telah tercium oleh masyarakat, terlebih di kalangan mahasiswa sendiri yang telah bergelut dalam elemen gerakan mahasiswa semisal HMI, IMM, PII, atau juga PMII.
Saya memandang setidaknya ada dua hal yang menjadi penyebab suatu organisasi mahasiswa menjadi terusan—dikendalikan—pihak tertentu. Pertama, ialah tawaran kerjasama oleh pihak luar ketika organisasi telah berdiri. Orientasi mahasiswa yang menyebabkan lahirnya gerakan mahasiswa bisa jadi pada awalnya memang lurus, namun seiring berjalan waktu, ada pihak yang menawarkan kerjasama lalu menanamkan investasi di dalam organisasi mahasiswa itu. Sehingga pihak luar itu bisa menjadi yang turut mengatur gerak organisasi atau bahkan memberi instruksi pada organisasi tersebut. Jadi infiltrasi terhadap gerakan mahasiswa terjadi di tengah-tengah jalan (pada masa ketika organisasi mahasiswa itu telah berdiri).
Kedua, mungkin pula suatu gerakan mahasiswa itu sejak awal lahirnya memang merupakan suatu sel rekrutmen dari suatu pihak tertentu yang punya kepentingan. Sehingga sudah bisa dipastikan bahwa organisasi semacam ini tak terjaga orisinalitas kemahasiswaannya, yaitu tentang kebebas-berpihakannya. Gemboran-gemboran tentang gerakan bebas kepentingan dan hanya berpihak pada rakyat hanya angan, sebab sedari awal lahirnya organisasi ini memang telah ‘tercemar’. Gerakan mahasiswa yang dibentuk ini justru berfungsi sebagai saluran rekrutmen oleh pihak asing tersebut. Semua geraknya pada dasarnya—diakui atau tidak—pasti dimuati pesanan-pesanan pihak luar itu, atau paling tidak gerak-gerik dan perkembangan dari organisasi ini telah diawasi/ di-back up oleh pihak luar tadi. Ini disebabkan organisasi tersebut telah ada penunggangnya, sehingga bisa dipastikan bahwa geraknya sedikit banyak telah disetir untuk kepentingan politik dari orang-orang luar. Ini menyedihkan, mengorbankan mahasiswa demi meng-goal-kan kepentingan satu golongan. Saya tidak tahu variasi penilaian orang, tetapi jika saya berpendapat ini terlalu tak berperasaan, sebab walaupun kepentingan itu adalah diklaim untuk kepentingan rakyat akan tetapi gerakan mahasiswa tetaplah harus putih nan suci, bebas keberpihakan dan kepentingan lain selain pada kemaslahatan rakyat.
Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya “Anak Semua Bangsa” mengungkapkan bahwa sebaik-baik ahli yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh.
Maknanya ialah jika kita membiarkan organisasi yang kita berada di dalamnya disetir pihak asing, maka berari kita telah menjadi jongos. Siapapun di dalamnya terkategorikan orang bodoh karena telah bersedia dikuasai pihak lain, meskipun orang-orang di dalamnya punya kapasitas sebagai organisatoris.
Struktural Bayangan
Saya pernah mendiskusikan suatu topic lama—bahkan mungkin bagi orang-orang KAMMI terdahulu ini adalah isu basi—bersama seorang rekan KAMMI Komisariat Kutai Kartanegara tentang independensi KAMMI. Jawaban yang beliau berikan tak mencerminkan seorang ‘aktivis mahasiswa’. Yang dipaparkan ialah bahwa KAMMI dan PKS secara institusi saling keterkaitan. Yaitu memiliki kesamaan dalam lingkup jama’ah Tarbiyah. PKS merupakan institusi jama’ah Tarbiyah di Indonesia. KAMMI yang merupakan gerakan mahasiswa—yang juga ‘institusi Tarbiyah’ harus mengakui keberadaan PKS sebagai induknya.
Terdapat blunder jawaban yang diutarakan. Pertama, yaitu klaim bahwa KAMMI adalah ‘institusi Tarbiyah’. Ini menyalahi, di dalam visi KAMMI pun tak disebutkan bahwa KAMMI adalah organisasi Tarbiyah. Lebih dipertegas lagi oleh Arip Dwi Iskandar (Ketua KAMMI Kota Jogja), bahwasanya KAMMI bukanlah baju, setiap yang ingin bergabung di KAMMI tak perlu melepas baju karena KAMMI bukanlah baju. KAMMI adalah wadah, tak perlu mengganti baju lama jika ingin bergabung, dipersilakan bagi siapa saja dan dari latar belakang apapun. Tak terbatas—terkhusus—bagi kader Tarbiyah saja.
Dengan orang yang berbeda, saya memperoleh pernyataan yang menyudutkan kekritisan kader. Beliau menyatakan, “kader yang mempermasalahkan keterkaitan KAMMI dan PKS adalah kader KAMMI yang ‘belum paham’, biasanya isu yang diangkat ialah tentang independensi. Dan lihat saja biasanya kader seperti ini tidak akan bertahan lama”.
Dengan adanya pernyataan-pernyataan di atas saya menjadi berpikir bahwa ada struktur bayangan yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Yaitu tentang PKS yang menempati posisi di atas KAMMI secara struktur. Ini tak hanya permasalahan kultural—mengenai pencampuradukan KAMMI dan PKS ini—menurut spekulasi saya. Namun memang ada struktur bayangan yang sengaja dirahasiakan, dan hanya diketahui oleh orang-orang penskenario.
Ahada Ramadhana
Kajian Strategis KAMMI UII