Halaman

Jumat, 30 November 2012

HETEROGENITAS


Jangan sampai mengerdilkan pikiran menolak keberagaman, meremehkan mereka yang berbeda. Bumi tak hanya milik satu kelompok. Islam pun demikian adanya, tak elok jika berpikir hanya untuk dikuasai kelompok sendiri. meniadakan atau bahkan membinasakan mereka yang di luar dinding organisasi kita. merasa paling benar sendiri, lalu melecehkan yang lainnya. Jangan sampai berpikir kebenaran hanya ada di tangan kita. Allah berhak menitipkan kebenaran melalui siapa saja. Hilangkan klaim tentang “kita pasti bersih” atau “kita pasti benar” sebab memang kita bukan yang tergolong ma’shum, dan pasti banyak dosa yang masih melekat.
Jangan biarkan pikiran kerdil mengangkangi, berpikir bahwa ‘dakwah aman jika kita yang berkuasa’. Atau ‘pemerintahan aman jika orang-orang kita yang menjadi petinggi-petingginya’. Itu adalah egoistis. Dan Islam tak hanya milik satu golongan. Ukuran aman ialah ketika kemunkaran tak lagi ada kesempatan. Bukan ketika kita menjadi penguasa. Karena Allah pun tak menjamin bahwa diri kita pasti bersih bebas dosa dan kesalahan.
Menolak kritik merupakan keotoriteran. Padahal kritik adalah evaluasi, menjadi penilaian dan pertimbangan. Penilaian dari orang lain atas sikap yang telah kita lakukan pada masa yang telah lewat, dan pertimbangan dalam menentukan sikap di masa datang agar hal-hal yang tak patut terjadi—kesalahan—tidak berulang.
Heterogenitas melahirkan kemajuan. Ialah ketika satu golongan yang melakukan kesalahan, maka golongan lain mengingatkan. Dan mengingatkan bukan melecehkan. Saling mengingatkan atas dasar kecintaan—kepedulian. Kecintaan karena persamaan, yaitu sama-sama Islam, atau juga karena sama-sama diciptakan sebagai makhluk bernama manusia, yang saling membutuhkan kerjasama.
Dan sesungguhnya heterogenitas adalah kepastian. Memang merupakan setting dari Allah SWT. Lalu dengan perbedaan itu Allah memerintahkan untuk bersatu. Bahwa keberagaman memang telah Ia rencanakan. Dengan adanya keberagaman/ perbedaan kemudian ada gagasan untuk menyatukan. Jika sejak awal tak ada perbedaan bukan bersatu namanya, karena bersatu ialah mengumpulkan perbedaan-perbedaan yang berserakan untuk dipertemukan.
Dalam surah al-Hujurat ayat 13 Allah SWT menegaskan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S al-Hujurat [49]: 13)
Ah, mungkin saya terlalu banyak bicara. Silakan mempersepsikan sendiri. dan sungguh Allah saja yang Maha Mengetahui hakikat kebenaran.