Halaman

Minggu, 25 November 2012

MENGGAGAS IDEALITA


 Merumuskan idealita juga tak bisa terlalu tinggi. Sejak awal penentuannya kita sudah harus mengkomparasikannya dengan realita terkait. Idealita yang terlalu melambung akan sulit merelisasikannya. Jangan terlalu idealis juga.”
Mari kita cermati pernyataan di atas. Para pemuda—yang dalam masa klimaksnya—apa jadinya jika punya harapan yang sempit, cita-cita yang amat remeh, serta memiliki pemikiran yang dangkal. Tidak punya idealita yang melangit, pemikiran yang fantastis ‘di luar nalar’. Atau dengan kata lain ia telah ‘termakan realitas’. Cenderung berpikir biasa dan bertindak apa adanya seperti kebanyakan orang dan mengikuti apa yang telah menjadi kelaziman. Ketika itu dirasa ‘sedikit berbeda’ maka tak dilakukan karena dianggap ‘aneh’, ‘melawan arus’, dan sebagainya.
Bagi saya pemikiran yang begitu-begitu saja (linear) tidak pantas disebut pemuda. Terlebih orang-orang yang gandrung mempertahankan sesuatu yang sudah menjadi kultur, baik dalam lingkungan, adat, organisasi, dsb. Saya berpendapat bahwa pemiikiran seperti ini—lebih suka mengikuti arus—adalah pemikiran orang tua, yang memang sudah bukan masanya lagi untuk memiliki banyak inovasi (perubahan). Mereka (orang tua) hanya berpikir bagaimana masa depan mereka beberapa tahun ke depan bisa digunakan untuk berbagai aktivitas manfaat yang sifatnya ritual, dan akhir hidupnya berujung husnul khatimah.
Berbeda dengan pemuda, yang memang seharusnya masih punya harapan raksasa serta impian besar dalam dunia ini. Yang mana muara dari segala bentuk perjuangan yang mereka lakukan tak lain adalah sesuatu yang dinamai ‘perbaikan’.
Cita-cita bertumbuhkembang setiap masanya. Ia tidak stagnan. Cita-cita mengikuti zaman dan capaian. Apa yang telah berhasil kita raih hari ini jangan sampai menjadikan berhenti belajar. Mengikuti perkembangan zaman, pemikiran tentang harapan-harapan ideal tentang masa depan akan mengikuti. Gambaran kehidupan yang kita ingini semakin meningkat, dan itu menjadi tantangan untuk merengkuhnya. Sebab apa guna impian jika tak untuk dijadikan kenyataan. Apa gunanya idealita yang telah kita bangun jika tak diupayakan untuk dipertemukan dengan realita.
Membahas idealita berarti kita menempatkan cita sebagai patokan dalam langkah kehidupan. Idealita dapat berarti penyesuaian terhadap apa yang dicita-citakan. Orang yang idealis berarti memiliki harapan-harapan (cita-cita) dalam banyak hal. Hal-hal yang tingkat kepentingannya kecil pun akan dengan matang direncanakan. Dan memang itulah seharusnya yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang dalam fase ‘pemuda’.
Berpikir biasa adalah ciri orang tua. Berpikir tidak biasa menandakan karakter pemuda.  Jangan mau diracuni oleh pikiran tua.Tak usah risih dikatakan dengan bermacam sebutan. Kita bertindak bukan untuk dinilai orang. Ciptakanlah gagasan hingga di luar nalar kebanyakan manusia. Berpikirlah sampai kau dikatakan ‘gila’, maka engkau adalah pemuda.


Ahada Ramadhana
Humas KAMMI UII